hey, ceman ceman :P sory nih aku bawa cerpen repost dari Kamila Basit :) buat kamila aku izin repost yaa :)
C
E
K
I
D
O
T
!
!
!
Semilir angin perlahan merambat masuk melalui celah jendela, menyeruak menebar pesonanya kepada si empunya kamar yang masih setengah terlelap dalam tidurnya. Menyapa dengan gemulai, membelai tubuh kurus seorang pemuda yang saat itu hanya berbalut singlet hitam, membuatnya bergidik kedinginan. Sehingga ditariknya kembali selimut tebal yang semula hanya menutupi hingga sampai pinggangnya saja.
Matahari masih samar-samar terlihat di ufuk timur. Mengintip malu, menyapa bumi bagian Barat Jakarta. Sepertinya enggan ia menampakan diri di tengah rintik hujan yang tak kunjung reda dari hampir sepertiga malam tadi.
Kriiiiiiiiing, jeritan sebuah weaker kuno yang memekakan telinga memecah kesunyian yang menjadi raja pagi hari itu. Ia, yang semula terlelap dalam tidur terkesiap dan spontan menelusuri meja di samping tempat tidurnya untuk mencari sebuah benda yang menjadi asal muasal suara yang memuakkan itu.
Ia menarik bantal yang ditidurinya, menjadikannya sebagai tameng untuk menutupi seluruh bagian kepalanya, berharap suara lengkingan weaker itu tak lagi sampai ke gendang telinganya. Sementara tangan kirinya masih sigap menggapai-gapai permukaan meja, namun tak ditemukan yang ia cari. Hingga akhirnya ia kesal sendiri.
“Akh sialan...!!!” rutuknya seraya memaksakan diri bangkit dari tidurnya dengan kedua kelopak mata masih tertutup dengan sempurna. Perlahan ia mulai mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba menghilangkan kantuk yang masih terasa sangat akrab di matanya.
Kriii....click...dengan satu gerakan singkat ia menghentikan bunyi alarm yang berasal dari weakernya. Termangu ia di tepian tempat tidurnya, mengumpulkan nyawa yang separuh masih tertinggal di alam mimpinya. Sejenak kesadarannya telah pulih dengan sempurna hingga pada akhirnya otaknya mengirimkan pesan pada alam sadarnya bahwa pagi itu adalah hari rabu, di mana ia harus segera bangun dan bersiap untuk pergi sekolah.
“Huh...” ia melenguh tipis, lalu beranjak menuju kamar mandi dengan berusaha menyingkirkan malas yang menguasai dirinya.
-o0o-
Tiga puluh menit kemudian, ia telah tampak rapi dengan seragam abu-abunya berdiri di ambang jendela, menatap nanar jauh ke luar kamarnya. Seorang ibu-ibu muda dan bocah laki-laki berusia sekitar lima tahun menjadi pusat perhatiannya kini. Entah apa yang ibu dan anak itu perbincangkan, namun sepertinya tampak lucu hingga membuat si anak mengeluarkan gelak tawa yang disambut senyuman tipis dari bibir si pemuda yang mengamati mereka dari kejauhan.
Tok, tok, tok, suara khas dari ketukan pintu membuyarkan perhatiannya dari pasangan ibu dan anak tadi. Sebuah senyum terlihat dari balik pintu pada saat daun pintunya terbuka dari luar. “Ayo cepat turun den Alvin, sarapan...” ujar seorang perempuan yang sudah berusia senja namun masih tampak segar bugar. Ia tampak sedikit terengah-engah, mungkin efek dari meniti satu per satu anak tangga untuk tiba di kamar itu yang notabene terletak di lantai dua rumahnya.
Pemuda yang dipanggil Alvin menoleh dan mengembangkan senyum manisnya juga. “Iya Bik, sebentar Alvin turun.” Jawabnya.
“Jangan kebanyakan ngelamun akh, nanti cepet tua..” Kelakar Wanita senja yang tadi.
Alvin pun tersenyum. “Alvin ga ngelamun kok Bik, cuma lagi mikirin sesuatu.”
“Apa bedanya ngelamun sama memikirkan sesuatu?” tanya Bibik-nya.
“Beda dong Bik. Kalo ngelamun itu berarti sesuatu yang Alvin pikiran itu ga ada intinya. Tapi kalo memikirkan sesuatu, berarti ada objek yang menjadi pusat pemikiran Alvin.” Terangnya dengan tanpa sedikitpun berniat menggurui Bibiknya itu.
“Iyalah terserah kamu. Kamu memang pinter ngeles...” gurau Bibik-nya lagi.
“Ya udahlah Bik, yuk kita turun sama-sama...” ujar Alvin seraya meraih backpack dan kunci motornya.
Alvin dan Si bibik tadi memang sangat akrab. Mereka hanya tinggal ber-tiga dengan Supir, dirumah besar ini. Ralat, sebenar-nya bukan hanya bertiga. Tapi dengan orang tua-nya juga. Mereka hanya pulang sebulan sekali dirumah ini karena Faktor Pekerjaan.
Alvin yang notebenenya anak tunggal, tak jarang merasa kesepian.Tapi untungnya, ada wanita tadi yang menemaninya dan sudah ia anggap sebagai Oma-nya sendiri.
Bahkan, pernah suatu waktu...
Saat itu, pelajaran dalam kelasnya SENI BUDAYA. Dan hari itu, materinya adalah menggambar. Alvin kecil, menggambar 3 manusia yang sedang begandengan. Seorang Pria Dewasa berdiri disebelah kanan, seorang Pria kecil berada ditengah dan Disamping kirinya Berdiri Seorang Wanita Dewasa..
Guru seninya, kemudian datang melihat-lihat gambar Alvin kecil, yang sudah hampir jadi.
“waah.. ini keluarga Alvin ya?” tanya gurunya lembut sambil tetap melihat takjub pada gambar Alvin.
Alvin hanya mengangguk semangat seraya menyelesaikan gambarnya.
Gurunya tersenyum lalu melanjutkan ucapannya “ini Ayah, ini Ibu dan ditengahnya Alvin.. iyakan?” tebak sang Guru ramah. Alvin kontan menghentikan gambarnya lalu menggeleng keras. Sang Guru dibuat mengernyit olehnya
“Bukan bu, ibu salah..” Alvin mendongak kearah Sang Guru
“lalu, mereka siapa?” tanya Sang Guru –lagi.
Air muka Alvin dengan cepat berubah cerah lalu mendeskripsikan gambarnya dengan jelas.
“Ini mang Ujang, yang ditengah Alvin.. terus yang Ini Bik Minah.. kita lagi dipantai liat laut biru..” jelas Alvin polos. Matanya berbinar-berbinar. Sang gurupun terhenyak dibuatnya.
“loh.. kenapa bukan Papa sama Mamanya Alvin yang ada disini?” tanya Sang Guru –lagi, heran denga penuturan Pria kecil nan polos ini.
“mama sama papa kan jarang dirumah, ngapain digambar” jawabnya santai lalu melanjutkan gambarnya. Sementara ia tak menyadari perasaan iba yang bersarang dibenak Sang Guru..
DOOORRR!
“astaga..” sontak alvin mengusap dadanya. Hampir saja Sport Jantung.
“tuhkan ngelamun lagi.. udah ayo, kamu turun duluan” perintah sang Bibik terkekeh geli melihat aksinya mengagetkan Alvin berhasil.
-o0o-
Di tengah hiruk pikuk ratusan manusia berseragam serupa—putih abu-abu, sebuah mobil Jazz bernomor polisi B 2402 ALV baru saja memasuki pelataran parkir sebuah SMA di mana telah berjejer pula puluhan mobil disana.
Si pengendara mobil mematikan mesin mobilnya setelah dirasa telah memarkirkan mobilnya dengan sempurna. Baru saja ia keluar dari mobilnya, sebuah tepukan mendarat di bahunya. Membuatnya sedikit kaget dan langsung memutar badan mencari tahu siapa yang berani-berani membuatnya terkejut di pagi hari yang mendung itu.
Tawa geli terdengar dari mulut si penepuk pundak Alvin tadi. “Hahaha...muka lo lucu banget Al kalo lagi kaget gitu. Kenapa sih lo, segitu parnonya cuma ditepuk gitu doang juga.” Ujar seorang lelaki muda sebaya Alvin. Dengan mata sipitnya yang hanya membentuk garis lurus apabila ia tertawa, terlihat begitu puas membuat sahabatnya terkejut seperti itu.
“Sialan lu Yo, kirain gue siapa...ugh kualat lo udah ngerjain orang pagi-pagi...” ujar Alvin sewot.
“Lagian elo sih, pagi-pagi buta kaya gini udah ngelamun aja. Matahari juga belom melek noh...” jawab si pemilik mata sipit tadi.
“Iye sama kaya mata lo noh, yang ngga pernah melek-melek...” membubuhi gelak tawa di ujung kalimatnya.
“Sialan lo bawa-bawa unsur fisik...ngga nyadar diri banget” kesalnya
“eh.. ngerjain murid baru yuk.. liat noh yang pake kacamata tebel” usulnya menunjuk salah seorang pria yang baru saja memarkirkan motor bebeknya dengan apik. Ia berjalan bungkuk sambil sesekali mendorong masuk kacamatanya yang melorot.
“panggil yo.. asik nih ada mainan pagi-pagi” gumamnya sinis. Dengan sigap, Rio memanggil pria tadi.
“WOY! COWO JELEK YANG PAKE KACA MATA SINI LO”
Pria berkacamata tadi tampak bingung menatap sekelilingnya dan baru menyadari kalau hanya dia yang memakai kacamata. Tapi ada apa? Pikirnya singkat. Lalu berlari ke arah Rio yang tadi memanggilnya.
“panggil saya?” tanyanya menunjuk diri sendiri
“iyalah..yang jelek terus pake kacamata, siapa lagi kalau bukan lo!” hardik Rio lalu tertawa terbahak bersama alvin.
Sedikit tersinggung dengan tawa yang diciptakan 2 pemuda tampan didepannya ini. Ia memutar kedua bola matanya kesal.
“murid baru ya? Kelas berapa?” tanya Alvin disela tawanya
“10” cetus pria berkacamata tadi.
“lo kok jutek banget si? Mau dikasih pelajaran?” protes Rio yang cenderung tidak terima dengan sikap Pria didepannya yang tidak sopan terhadapnya dan Alvin.
“bukan gitu kakk” ucapnya lalu tertunduk. Kaget dengan bentakan Rio,
“lo tau siapa kita?” tanya Alvin pada pria tadi. Yang hanya disambut gelengan pelan.
Dengan cepat, Alvin menarik kacamata pria tadi lalu mengecungkannya keudara. Rio hanya bisa tertawa melihat aksi Alvin yang sudah dimulai. Ya, menjaili!
“aduh kak.. balikin kacamata ozy.. ozy ngga bisa ngeliat tanpa kacamata itu kakk.. ayo kak balikin” rengeknya berusaha mengambil kacamatanya yang dijunjung tinggi oleh alvin
“Ssst Vin, balikin aja vin..cepet” bisik Rio pelan setelah melihat seorang Pria berbadan besar tengah melotot kearah mereka bertiga. Tepatnya, ke Alvin. Ya, Pak Bruto. Si Guru Sangar.
“apaan si yo.. ngga akan gue kasih.. sebelum dia nyebut nama kita berdua haha” tawa Alvin yang masih sibuk menjunjung semakin tinggi kacamata ozy.
“gue kekelas duluan ya vin..” pamit Rio langsung ngacir
“ayo kak.. balikin kacamatanya. Pinta ozy sambil melompat-lompat agar bisa menjangkau kacamatanya.
“engga sebelum lo, nyebut nama gue..” tantangnya masih dalam keadaan menjinjit
“ALVIN KEMBALIKAN!”
“siapa elo, nyuruh-nyuruh gue” ucap alvin tanpa berbalik melihat siapa yang memanggilnya. Namun beberapa detik kemudian, ia tersentak. Suara itu?
Alvin lalu berbalik mencari asal muasal suara tadi dan hanya bisa meneguk ludah ketika melihat tampang sangar yang berdiri tak jauh didepannya.
“KEMBALIKAN KACAMATANYA” perintah Pak Bruto tegas. Dengan sigap Alvin menyerahkan kacamatanya kepada sang pemilik.
“ikut saya kekantor!” perintah Pak Bruto lagi.Lalu, dengan takut-takut alvin mengikut dari belakang.
-oOo-
Alvin melangkahkan kakinya memasuki ruangan guru. Pak Bruto sudah duduk tenang disana menatap Alvin lembut. Pak Bruto yang dikenal seantero sekolah dengan wataknya yang keras dan dingin, tampak sudah bosan melihat wajah yang sama memasuki ruangannya hampir setiap hari.
Ia hanya bisa menopang dagu sekarang. Ia menatap Alvin lurus lalu mempersilahkannya untuk duduk.
Kelabu. Ya, begitu pancaran mata dari Pria yang sudah berumur ini. Setiap hari Pria ini terus merongrong Alvin dengan kata Belajar, Berhenti membuat onar, Bersikap sopan pada guru, Jangan Bolos lagi dan berbagai macam petuah-petuah lainnya.
Dan, untuk kesekian kalinya Alvin harus berkata “Baik pak.. saya akan belajar dengan giat” atau “baik pak.. tidak akan saya ulangi lagi” dan janji-janji lainnya.
Hening. Alvin hanya bisa tertunduk. Sudah bebagai macam umpatan yang dia keluarkan dalam hati untuk guru didepannya. Sebenarnya, kasihan juga dengan guru ini. Matanya tampak lelah memberi teguran. Tapi, baik Teguran Halus maupun Teguran Kasar sekalipun tidak ada yag dipedulinya. Minta maaf hari ini dan Melakukannya lagi besok. Ya, begitu lah Alvin.
“sudah berapa kali kamu masuk ruangan saya?” tanya Pak Bruto akhirnya. Alvin bergeming.
Pak Bruto menghela nafasnya panjang, siap-siap mengeluarkan argumennya
“Entah apalagi yang harus saya katakan agar bisa merubahmu alvin! jujur saja, bapak sudah kehabisan ide.... Ingat! Kamu ini sudah kelas XII dan sebentar lagi mau ujian. Tapi, kenapa sikap burukmu semakin meraja lela? Coba sebutkan apa keuntunganmu menjahili orang seperti tadi! Tidak ada alvin.. itu hanya akan membuang waktumu saja, nak.. Urusi urusanmu sendiri. Just focus to your lessons..”
“ada keuntungannya kok pak.. semua itu menghibur saya.. Cuma dengan begitu saya bisa terhibur.. dan Cuma di sekolah saya bisa terhibur..saya bosan dengan kehidupan saya yang begini-begini saja. Terlalu monoton pak! Bapak seharusnya sebagai guru, bisa mengerti saya. Saya ini Cuma anak remaja laki-laki yang ingin melakukan apa saja. Let me free pak!” jelas alvin meluapkan emosinya yang sudah lama tertahankan. Pak Bruto hanya bisa tertegun mendengar Alvin yang tiba-tiba menjawab argumennya.
Dan 1 kesimpulan yang bisa ia tarik. Anak ini kesepian. Lalu, melampiaskan semua hasratnya disekolah. Ia sedikit bisa mengerti.
Teeetttt.... baru Pak Bruto ingin bersuara, bel masuk mendahuluinya
“sudah bel pak.. boleh saya kembali kekelas?” tanya alvin pada Pak Bruto. Dalam hati ia sedikit heran melihat jam yang seharusnya belum waktunya bel masuk. Tapi sepertinya dewi fortune sedang berpihak padanya.
“silahkan.. jangan lupa, sapu taman sekolah pada jam istirahat” hukum Pak Bruto. Alvin hanya mengangguk pelan dalam hati berteriak “SIAL!”
-oOo-
Ketika Alvin melewati ruang tata usaha, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Dengan pelan ia memutar batang lehernya mencari seseorang yang sudah menambah keterkagetannya pagi ini, menjadi 3 kali. Pertama Rio yang menepuk pundaknya juga, kedua Pak Bruto yang muncul tiba-tiba ketika ia sedang mengerjai anak baru dan ketiga....... RIO?lagi?
“sialan lo.. hobby banget ngagetin gue!” bentak alvin pada rio yang sedang memperlihatkan barisan giginya
“hehe peace vin.. eh buruan kabur.. ntar pak somet dateng..soalnya gue yang bunyiin bel supaya lo cepet keluar dari ruangannya Pak Bruto... buruan kaburrr” ujar Rio panik.
Sedetik kemudian, Pak Somet tukang kebun sekolah berlari terpogoh-pogoh menuju ruang TU mencari penyebab Bel berbunyi lebih cepat dari seharusnya.
“KABBUUUURRRR!” teriak Rio panik dan spontan menarik tangan alvin berlari bersamanya
Dan saat itu pula, Pak Somet sudah tau penyebabnya. Lagi-lagi mereka berdua. Gumamnya dalam hati mencoba untuk menahan emosinya
-oOo-
“whahaha.. bangsat lo yo.. lagi-lagi ngerjain Pak Somet haha” tawa Alvin terengah-engah ketika ia dan rio sudah selamat masuk kelas
“hahaha.. rio gitu loh..ngga pernah kehabisan cara buat njailin orang haha duh..duh..duh” ujar Rio memegang perutnya yang mulai sakit akibat tertawa keras “eh eh tapi lo juga harus terima kasih sama gue vin” protes Rio yang sedari tadi belum mendengar ucapan terima kasih dari Alvin. tapi, Tak ada sahutan dan respon apa-apa dari tubuh kurus berkulit Putih di sampingnya.
Ia menoleh, lalu kemudian mengalihkan pandangan ke arah mata sahabatnya tertuju. “Akh ya Tuhaaan...sialan gue dikacangin. Woy.......” Rio menggebrak meja membuat Alvin hilang konsentrasi dari objek pandangannya dan beralih menatap kesal kepada sahabatnya itu.
“Heh lo kenapa sih? Berisik tau...”
“Lagian lo lagi ngobrol sama gue juga masih sempet-sempetnya ngegebet cewek. Kalo berani samperin sono...” ujar Rio yang masih sedikit kesal karena tak dihiraukan tadi.
Sepertinya gebrakan tangan Rio di meja tadi cukup keras, membuat hampir seluruh penghuni kelas menoleh kepadanya, tak terkecuali satu sosok gadis yang sedari tadi berdiri di depan kelasnya. Ia pun turut menoleh ke arah di mana Alvin dan Rio duduk.
“Gue bukannya ga berani, tapi dia itu.......” ucapan Alvin terputus pada saat ia mengarahkan kembali batang lehernya ke arah luar kelasnya, dan sama sekali tak ia duga ternyata gadis itu pun sedang menatap ke arahnya. Tatapan keduanya bertemu, membuat sebuah rasa menjalar ke seluruh tubuhnya dan bersarang di hatinya, membuat degup jantung yang semula beirama menjadi sebuah dentuman kuat yang membentuk nada sumbang, namun begitu indah untuknya.
“Dia itu kenapa?” tanya Rio.
“Ga kenapa-kenapa...” jawab Alvin setengah berbisik.
Ia memberanikan diri membentuk lengkungan senyum di bibirnya. Lagi-lagi Alvin merasa dirinya seringan kapas ketika gadis itu membalas senyumannya.
“Akh Alv, lo itu aneh. Lo tuh bisa deket banget sama Bibi-lo yang notabene bergender cewek, lo juga bisa deket sama kakak gue yang juga cewek. Nah ini cuma satu orang cewek ‘nextdoor’ aja lo ga berani. Akh payah lo...”
“Eh, eh, jangan-jangan lo ini salah satu penganut oedipus complex ya sukanya sama orang-orang yang tuwir...” gurau Rio
“Eh kurang ajar lo, udah cukup ya gue disangkain penyuka sesama karena lo ngintilin gue terus, jangan sampai omongan lo barusan didenger orang lain terus jadi gosip yang semakin aneh di sekolah ini.” Timpal Alvin.
“Lagian ya Alv, lo sadar ga sih kalo lo tuh cakep. Lo cuma gebet satu cewek itu doang, sedangkan di sini aja ya......” Rio mengedarkan jari telunjuknya ke semua sudut kelasnya.
“Dari 23 orang murid cewek di kelas ini, sebagian dari mereka itu ngegebet lu semua Alvin. Lo aja yang yang sok-sok’an ngga tau. Belom lagi di luar sana, sampe bosen gue ketitipan salam buat lu tiap hari.”
“Nah sekarang apa lagi coba yang lo takutin, gue yakin cewek tadi juga salah satu dari penggemar lo. Buktinya dia juga sering curi-curi pandang sama elo...” sambung Rio lagi.
“Abis gue minder sama dia Yo, lo tahu sendiri kan dia tuh sekretaris di OSIS, dia tuh salah satu juara umum di sekolah ini. Nah gue....Cuma anak tukang bikin onar diskolahan ini.. masuk 20 besar dikelas aja udah syukur..lagian, mana mau sih dia sama cowo cuek kayak gue”
Alvin sebetulnya bukan seorang pemuda yang sombong, bukan pula seorang yang angkuh yang tak mau mengenal orang-orang di sekelilingnya. Namun entahlah, ada sesuatu pada dirinya yang membuatnya begitu tertutup, seakan ia membatasi dirinya dari orang luar yang tidak benar-benar ia kenal. Terkadang ia cenderung minder dengan dirinya sendiri. Padahal dilihat dari fisik Alvin tak kurang satu apapun. Bahkan dalam skala nilai 1 sampai 10, ia mungkin berada di posisi sembilan koma lima.
“Yaaah Vin, jangan patah semangat gitu dong. Nih ya gue kasih tahu, bukannya gue merendahkan seorang cewek, tapi yang gue lihat sekarang-sekarang ini banyak kok cewek yang ngeliat cowok dari tampangnya doang. Mereka kadang ngga peduli kalo cowoknya itu oon, yang penting buat mereka cowoknya itu keren.” Terang Rio.
“Oooooh jadi secara ga langsung lo bilang kalo gue ini oon, gituuu...”
“Ya ga gitu juga kali. Akh susah ngomong sama lo mah, ga gaul...”
“Eh sialan banget lo...udah ngatain gue oon sekarang ngatain gue ga gaul lagi...” Alvin hampir saja mendaratkan sebuah toyoran di kepala Rio kalau saja Rio tidak menghindar dengan segera, membuat posisi duduknya menjadi miring.
Teeetttt.... “nahh.. ini baru bel.haha..” sahut Rio tertawa sendiri.
Sekilas, Alvin melihat gadis yang berada diluar pintu tadi melirik lagi ke arahnya. Lalu berjalan cepat menuju kelasnya yang hanya berbatas tembok dengan kelas Alvin.
-oOo-
Disaat semua murid memanfaatkan waktu istirahat untuk sekedar melepas dehaga, mengisi perut, melepas penat dan sebagainya. Lain halnya dengan Alvin yang harus menyapu taman sekolah. Ya ! melaksanakan tugas dari Pak Bruto.
Sedari tadi, ia terus memarahi orang yang lewat didepannya. Seperti..
“eh..kalian bisa ngga sih kalau abis makan tuh, bungkusnya dibuang!”
Atau
“lo ngga liat orang lagi nyapu ya.. jangan lewat sini.. masih banyak jalan lain noh..” hardiknya kepada siapa saja yang ia lihat lewat didepannya.
“kalau marah-marah kayak gitu, kapan selesainya.. coba deh pake hati, ngerjainnya yang ikhlas.. itu semua pasti bakalan jadi mudah dan cepat” ujar seseorang dari belakang Alvin. baru, Alvin akan membentak orang itu karena berani-beraninya mengguruinya namun setelah melihat orang yang berkata tadi.....hatinya langsung lempeng
Gugup. Ya, dengan gugup Alvin berjalan menghampiri gadis tadi yang sedang duduk dibawah Pohon sambil membaca sebuah Novel.
Ketika sudah berhasil duduk. Alvin hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kehabisan kata, alias Malu.
Coba deh bayangin, kepergok dihukum sama orang yang kita suka.. pake ngomel-ngomel lagi. Gimana ngga malu?!
“gue alvin..” ucap alvin kikuk, ia mengulurkan tangannya. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri ‘kok jadi introducton?!’
“udah tau kokk.. gue Sivia” katanya tersenyum manis membalas uluran tangan Alvin
“gue juga udah tau” oops! Keceplosan.
“hh udah tau nama gue, kokk ngajak kenalan? Basa-basi doang ya?!” selidik sivia meledek alvin.
Lagi, alvin harus menanggung malu karena kebodohannya sendiri.
“hehehe kan belum kenalan, gue Cuma TAU lo aja. Siapa sih yang ngga tau SIVIA AZIZAH sang juara umum plus sekertaris OSIS” elak alvin yang berhasil membuat sivia tersipu.
Ditatapnya Sivia dengan dalam. Semilir angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambutnya mengikuti arah angin. Senyum yang memperlihatkan kedua lesung pipinya semakin mebuatnya terlihat manis. What a perfect girl!
“dan juga.. siapa sih yang ngga tau, ALVIN yang jailnya tingkat dewa tapi punya fans segudang” puji sivia balik
“hehehe.. jailnya ngga usah dimention kali vi” gurau alvin
“hahaha itu kan yang utama alv.. hahaha” deghh! Alvin terpana melihat eksprei wajah sivia saat tertawa, lesung pipinya semakin dalam daan... matanya hilang alias tertutup.
“hosh..hosshh.. kak.. uang jajan ozy mana?” tanya seseorang yang tiba-tiba meghampiri alvin dan sivia. Lebih tepatnya, Sivia
“vi.. ini ade lo?” tanya Alvin gelagapan. Pria ini bukan yang tadi pagi?
“waduhh.. maaf kak.. jangan jailin saya lagi.. saya udah tau kok nama kakak.. nama kakakk, alvin kan? Ampun kak.. jangan ambil kacamata saya lagi” mohon ozy bersembunyi dibalik Sivia. Kontan, alvin semakin gelagapan.
“zy.. kamu kenapa sih? Sini deh” tanya sivia heran lalu menuntun ozy duduk disampingnya. Ozy tetap tertunduk
“eh.. jadi gini vi, tadi pagi gue njailin ade lo.. eh tapi.. suerr deh yang punya rencana tuh si Rio.. Dia yang nyuruh gue mainin kacamata ade lo tadi.. hehe tapi gue khilaf kokk vi.. pliss maafin gue ya ade manis..” bujuk alvin
“hhh.. bilang aja sih kalo emang hobby njailin orang, ngga usah bawa-bawa temen.. tapi gue ngerti kokk.. kali ini, gue maafin.. tapi jangan di ulangin lagi..” ucap sivia sedikit kesal
“i..iya vi.. gue janji.. zy maafin gue yaa.. lainkali ngga bakal gue ulangin kokk.. kalau perlu bilang sama gue kalo ada yang berani ngejailin lo... yaudah nih gue kasih uang jajan” sogok Alvin lalu mengeluarkan selembar uang hijau (red-20.000) dari saku bajunya
“eh..eh.. ngga usah.. ini kokk.. dia punya uang jajan sendiri” cegah via lalu kembali memberi uang ke ozy.
“ngga papa kali vi, itung-itung uang jajan tambahan.. iya ngga zy?” ucap alvin sok akrab
“iyadong kak.. makasih ya kak alvin.. ozy pergi dulu” ujar ozy kemudian berlari pergi. Takut-takut sivia akan menyuruhnya mengembalikan uang alvin.
“aduh vin, harusnya lo ngga usah kayak gitu sama dia..” sahut via
“ngga papa kali vi..” ucap alvin tersenyum “mm.. oiya, bentar lagikan, UN.. mm gue mau dong diajarin sama lo..” pinta alvin
“diajarin apa vin?” tanya sivia lembut kemudian kembali mencari halaman novel yang terakhir dibacanya
“ya.. ajarin belajarlah” jawab alvin sedikit gemas
“kan ada guru”
“gue suka ngga ngerti vi.. kalau guru yang njelasin” elak alvin
“jangan suka dong” ujar via santai masih sibuk membolak-balik halaman novel yang lumayan tebal. Ia tadi terlalu semangat melihat alvin yang mendekat kearahnya hingga lupa menandai halaman yang ia baca.
“kok nyolot vi? Ngga mau ya?” tanya alvin kecewa
Karena tak kunjung menemukan halaman yang terakhir dibacanya, kemudian sivia beranjak berdiri.
“setiap istirhat gue tunggu disini.. jangan sampe telat..” ujar sivia lalu melangkahkan kakinya
Alvin kontan tersenyum lebar. “sip cantik!”
-oOo-
Setelah hari itu, setiap jam istirihat alvin selalu menuju taman dan pastinya membawa buku.
Alvin menjadi sangat rajin dan semangat, dia juga sudah absen masuk ruang guru. Rio sendiri dibuat terkaget-kaget olehnya. Tapi, setelah mengetahui dalangnya ia jadi paham dan Turut senang, melihat alvin semakin dekat dengan sivia.
Alvin sendiri pernah bercerita ke rio, bahwa ia menyukai sivia ketika pertama kali bertemu. Kala gadis itu tersenyum ramah padanya. Dan saat itu pula, Alvin sering mencuri pandang ke arah Sivia jikalau gadis itu sedang berada dikelasnya menemui sahabatnya. Ify.
Tak terasa 1 bulan sudah, Sivia menjadi guru sampingan Alvin. dan kedekatan mereka semakin menjadi. Kepandaian Sivia dalam mengajarkan Alvin, semakin membuat perasaan Alvin dalam padanya. Ia selalu ingin menjaga sivia sepenuh hati, melindunginya, berada disampinya dan menemani harinya. Gadis itu benar-benar total mengubahnya!
Perasaan alvin memang sudah pasti mencintai gadis ini, tapi Bagaimana dengan sivia? Alvin sendiri tidak yakin, kalau sivia mempunyai rasa yang sama untuknya. Gadis itu hanya menganggapnya sebagai teman saja, menurut alvin.
Dan sampai malam itu, alvin mengajak sivia keluar...
Angin malam berhembus kencang menerjang lapisan kulit setiap insan yang merasakan meski rembulan tampil dengan bulat sempurna meski bintang-bintang terang benderang menghiasi malam, Namun pemandangan tersebut tidak kunjung menormalkan perasaan alvin. daritadi, ia hanya berdiam diri membiarkan suasana sunyi tanpa suara.
“al.. kok diem, katanya ada yang mau diomongin?” tanya sivia memecah keheningan.
Alvin bergeming, ia terus menatap sivia.. mencari kepastian
“vi.. izinin gue buat meluk lo bentar ya” pinta alvin. sejenak, sivia dibuat kaget oleh penuturan alvin tapi dengan ragu, ia anggukkan kepalanya.
Alvin kemudian tersenyum lalu menarik sivia ke dalam pelukannya.
Jaantungnya berdegup semakin menjadi-jadi, darahnya semakin berdesir. Alvin dapat merasakan jantung sivia yang berdegup sama kencangnya dengan dirinya dan sekarang... dia sudah yakin.
“vi.. jadi cewe gue ya” bisik alvin pelan. –masih memeluk Sivia
“l-lo.. serius al?” tanya sivia. Mencoba untuk meredam perasaannya untuk tidak terbang dulu.
Alvin melepaskan pelukannya lalu memegang kedua pundak sivia “gue tadi meluk lo, karena gue lagi nyari kepastian.. gue pengen mastiin perasaan gue.. kalau gue benar-benar cinta sama lo.. dan sekarang, gue udah yakin 1000% kalau perasaan gue ngga mungkin salah.. gue sayang sama lo vi.. gue mau ngelindungin lo.. gue mau selalu ada disamping lo.. pliis jadi cewe gue ya?” tutur alvin lembut. Mata sivia sudah memanas dan akhirnya cairan itu keluar juga.. ya, dia menangis. Terharu
Dengan sigap, Sivia memeluk alvin lalu menangis sepuasnya “gue mau alv.. gue juga sayang banget sama lo.. gue bahagia..” ucap sivia disela isakan tangisnya. Senyum alvin mengembang begitu mendengar ucapan Sivia.
Setidaknya mulai besok, ia harus berusaha belajar dengan giat agar tak bergantung lagi pada Gadisnya.
Malu dong, diajarin sama pacar..
THE END
C
E
K
I
D
O
T
!
!
!
Semilir angin perlahan merambat masuk melalui celah jendela, menyeruak menebar pesonanya kepada si empunya kamar yang masih setengah terlelap dalam tidurnya. Menyapa dengan gemulai, membelai tubuh kurus seorang pemuda yang saat itu hanya berbalut singlet hitam, membuatnya bergidik kedinginan. Sehingga ditariknya kembali selimut tebal yang semula hanya menutupi hingga sampai pinggangnya saja.
Matahari masih samar-samar terlihat di ufuk timur. Mengintip malu, menyapa bumi bagian Barat Jakarta. Sepertinya enggan ia menampakan diri di tengah rintik hujan yang tak kunjung reda dari hampir sepertiga malam tadi.
Kriiiiiiiiing, jeritan sebuah weaker kuno yang memekakan telinga memecah kesunyian yang menjadi raja pagi hari itu. Ia, yang semula terlelap dalam tidur terkesiap dan spontan menelusuri meja di samping tempat tidurnya untuk mencari sebuah benda yang menjadi asal muasal suara yang memuakkan itu.
Ia menarik bantal yang ditidurinya, menjadikannya sebagai tameng untuk menutupi seluruh bagian kepalanya, berharap suara lengkingan weaker itu tak lagi sampai ke gendang telinganya. Sementara tangan kirinya masih sigap menggapai-gapai permukaan meja, namun tak ditemukan yang ia cari. Hingga akhirnya ia kesal sendiri.
“Akh sialan...!!!” rutuknya seraya memaksakan diri bangkit dari tidurnya dengan kedua kelopak mata masih tertutup dengan sempurna. Perlahan ia mulai mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba menghilangkan kantuk yang masih terasa sangat akrab di matanya.
Kriii....click...dengan satu gerakan singkat ia menghentikan bunyi alarm yang berasal dari weakernya. Termangu ia di tepian tempat tidurnya, mengumpulkan nyawa yang separuh masih tertinggal di alam mimpinya. Sejenak kesadarannya telah pulih dengan sempurna hingga pada akhirnya otaknya mengirimkan pesan pada alam sadarnya bahwa pagi itu adalah hari rabu, di mana ia harus segera bangun dan bersiap untuk pergi sekolah.
“Huh...” ia melenguh tipis, lalu beranjak menuju kamar mandi dengan berusaha menyingkirkan malas yang menguasai dirinya.
-o0o-
Tiga puluh menit kemudian, ia telah tampak rapi dengan seragam abu-abunya berdiri di ambang jendela, menatap nanar jauh ke luar kamarnya. Seorang ibu-ibu muda dan bocah laki-laki berusia sekitar lima tahun menjadi pusat perhatiannya kini. Entah apa yang ibu dan anak itu perbincangkan, namun sepertinya tampak lucu hingga membuat si anak mengeluarkan gelak tawa yang disambut senyuman tipis dari bibir si pemuda yang mengamati mereka dari kejauhan.
Tok, tok, tok, suara khas dari ketukan pintu membuyarkan perhatiannya dari pasangan ibu dan anak tadi. Sebuah senyum terlihat dari balik pintu pada saat daun pintunya terbuka dari luar. “Ayo cepat turun den Alvin, sarapan...” ujar seorang perempuan yang sudah berusia senja namun masih tampak segar bugar. Ia tampak sedikit terengah-engah, mungkin efek dari meniti satu per satu anak tangga untuk tiba di kamar itu yang notabene terletak di lantai dua rumahnya.
Pemuda yang dipanggil Alvin menoleh dan mengembangkan senyum manisnya juga. “Iya Bik, sebentar Alvin turun.” Jawabnya.
“Jangan kebanyakan ngelamun akh, nanti cepet tua..” Kelakar Wanita senja yang tadi.
Alvin pun tersenyum. “Alvin ga ngelamun kok Bik, cuma lagi mikirin sesuatu.”
“Apa bedanya ngelamun sama memikirkan sesuatu?” tanya Bibik-nya.
“Beda dong Bik. Kalo ngelamun itu berarti sesuatu yang Alvin pikiran itu ga ada intinya. Tapi kalo memikirkan sesuatu, berarti ada objek yang menjadi pusat pemikiran Alvin.” Terangnya dengan tanpa sedikitpun berniat menggurui Bibiknya itu.
“Iyalah terserah kamu. Kamu memang pinter ngeles...” gurau Bibik-nya lagi.
“Ya udahlah Bik, yuk kita turun sama-sama...” ujar Alvin seraya meraih backpack dan kunci motornya.
Alvin dan Si bibik tadi memang sangat akrab. Mereka hanya tinggal ber-tiga dengan Supir, dirumah besar ini. Ralat, sebenar-nya bukan hanya bertiga. Tapi dengan orang tua-nya juga. Mereka hanya pulang sebulan sekali dirumah ini karena Faktor Pekerjaan.
Alvin yang notebenenya anak tunggal, tak jarang merasa kesepian.Tapi untungnya, ada wanita tadi yang menemaninya dan sudah ia anggap sebagai Oma-nya sendiri.
Bahkan, pernah suatu waktu...
Saat itu, pelajaran dalam kelasnya SENI BUDAYA. Dan hari itu, materinya adalah menggambar. Alvin kecil, menggambar 3 manusia yang sedang begandengan. Seorang Pria Dewasa berdiri disebelah kanan, seorang Pria kecil berada ditengah dan Disamping kirinya Berdiri Seorang Wanita Dewasa..
Guru seninya, kemudian datang melihat-lihat gambar Alvin kecil, yang sudah hampir jadi.
“waah.. ini keluarga Alvin ya?” tanya gurunya lembut sambil tetap melihat takjub pada gambar Alvin.
Alvin hanya mengangguk semangat seraya menyelesaikan gambarnya.
Gurunya tersenyum lalu melanjutkan ucapannya “ini Ayah, ini Ibu dan ditengahnya Alvin.. iyakan?” tebak sang Guru ramah. Alvin kontan menghentikan gambarnya lalu menggeleng keras. Sang Guru dibuat mengernyit olehnya
“Bukan bu, ibu salah..” Alvin mendongak kearah Sang Guru
“lalu, mereka siapa?” tanya Sang Guru –lagi.
Air muka Alvin dengan cepat berubah cerah lalu mendeskripsikan gambarnya dengan jelas.
“Ini mang Ujang, yang ditengah Alvin.. terus yang Ini Bik Minah.. kita lagi dipantai liat laut biru..” jelas Alvin polos. Matanya berbinar-berbinar. Sang gurupun terhenyak dibuatnya.
“loh.. kenapa bukan Papa sama Mamanya Alvin yang ada disini?” tanya Sang Guru –lagi, heran denga penuturan Pria kecil nan polos ini.
“mama sama papa kan jarang dirumah, ngapain digambar” jawabnya santai lalu melanjutkan gambarnya. Sementara ia tak menyadari perasaan iba yang bersarang dibenak Sang Guru..
DOOORRR!
“astaga..” sontak alvin mengusap dadanya. Hampir saja Sport Jantung.
“tuhkan ngelamun lagi.. udah ayo, kamu turun duluan” perintah sang Bibik terkekeh geli melihat aksinya mengagetkan Alvin berhasil.
-o0o-
Di tengah hiruk pikuk ratusan manusia berseragam serupa—putih abu-abu, sebuah mobil Jazz bernomor polisi B 2402 ALV baru saja memasuki pelataran parkir sebuah SMA di mana telah berjejer pula puluhan mobil disana.
Si pengendara mobil mematikan mesin mobilnya setelah dirasa telah memarkirkan mobilnya dengan sempurna. Baru saja ia keluar dari mobilnya, sebuah tepukan mendarat di bahunya. Membuatnya sedikit kaget dan langsung memutar badan mencari tahu siapa yang berani-berani membuatnya terkejut di pagi hari yang mendung itu.
Tawa geli terdengar dari mulut si penepuk pundak Alvin tadi. “Hahaha...muka lo lucu banget Al kalo lagi kaget gitu. Kenapa sih lo, segitu parnonya cuma ditepuk gitu doang juga.” Ujar seorang lelaki muda sebaya Alvin. Dengan mata sipitnya yang hanya membentuk garis lurus apabila ia tertawa, terlihat begitu puas membuat sahabatnya terkejut seperti itu.
“Sialan lu Yo, kirain gue siapa...ugh kualat lo udah ngerjain orang pagi-pagi...” ujar Alvin sewot.
“Lagian elo sih, pagi-pagi buta kaya gini udah ngelamun aja. Matahari juga belom melek noh...” jawab si pemilik mata sipit tadi.
“Iye sama kaya mata lo noh, yang ngga pernah melek-melek...” membubuhi gelak tawa di ujung kalimatnya.
“Sialan lo bawa-bawa unsur fisik...ngga nyadar diri banget” kesalnya
“eh.. ngerjain murid baru yuk.. liat noh yang pake kacamata tebel” usulnya menunjuk salah seorang pria yang baru saja memarkirkan motor bebeknya dengan apik. Ia berjalan bungkuk sambil sesekali mendorong masuk kacamatanya yang melorot.
“panggil yo.. asik nih ada mainan pagi-pagi” gumamnya sinis. Dengan sigap, Rio memanggil pria tadi.
“WOY! COWO JELEK YANG PAKE KACA MATA SINI LO”
Pria berkacamata tadi tampak bingung menatap sekelilingnya dan baru menyadari kalau hanya dia yang memakai kacamata. Tapi ada apa? Pikirnya singkat. Lalu berlari ke arah Rio yang tadi memanggilnya.
“panggil saya?” tanyanya menunjuk diri sendiri
“iyalah..yang jelek terus pake kacamata, siapa lagi kalau bukan lo!” hardik Rio lalu tertawa terbahak bersama alvin.
Sedikit tersinggung dengan tawa yang diciptakan 2 pemuda tampan didepannya ini. Ia memutar kedua bola matanya kesal.
“murid baru ya? Kelas berapa?” tanya Alvin disela tawanya
“10” cetus pria berkacamata tadi.
“lo kok jutek banget si? Mau dikasih pelajaran?” protes Rio yang cenderung tidak terima dengan sikap Pria didepannya yang tidak sopan terhadapnya dan Alvin.
“bukan gitu kakk” ucapnya lalu tertunduk. Kaget dengan bentakan Rio,
“lo tau siapa kita?” tanya Alvin pada pria tadi. Yang hanya disambut gelengan pelan.
Dengan cepat, Alvin menarik kacamata pria tadi lalu mengecungkannya keudara. Rio hanya bisa tertawa melihat aksi Alvin yang sudah dimulai. Ya, menjaili!
“aduh kak.. balikin kacamata ozy.. ozy ngga bisa ngeliat tanpa kacamata itu kakk.. ayo kak balikin” rengeknya berusaha mengambil kacamatanya yang dijunjung tinggi oleh alvin
“Ssst Vin, balikin aja vin..cepet” bisik Rio pelan setelah melihat seorang Pria berbadan besar tengah melotot kearah mereka bertiga. Tepatnya, ke Alvin. Ya, Pak Bruto. Si Guru Sangar.
“apaan si yo.. ngga akan gue kasih.. sebelum dia nyebut nama kita berdua haha” tawa Alvin yang masih sibuk menjunjung semakin tinggi kacamata ozy.
“gue kekelas duluan ya vin..” pamit Rio langsung ngacir
“ayo kak.. balikin kacamatanya. Pinta ozy sambil melompat-lompat agar bisa menjangkau kacamatanya.
“engga sebelum lo, nyebut nama gue..” tantangnya masih dalam keadaan menjinjit
“ALVIN KEMBALIKAN!”
“siapa elo, nyuruh-nyuruh gue” ucap alvin tanpa berbalik melihat siapa yang memanggilnya. Namun beberapa detik kemudian, ia tersentak. Suara itu?
Alvin lalu berbalik mencari asal muasal suara tadi dan hanya bisa meneguk ludah ketika melihat tampang sangar yang berdiri tak jauh didepannya.
“KEMBALIKAN KACAMATANYA” perintah Pak Bruto tegas. Dengan sigap Alvin menyerahkan kacamatanya kepada sang pemilik.
“ikut saya kekantor!” perintah Pak Bruto lagi.Lalu, dengan takut-takut alvin mengikut dari belakang.
-oOo-
Alvin melangkahkan kakinya memasuki ruangan guru. Pak Bruto sudah duduk tenang disana menatap Alvin lembut. Pak Bruto yang dikenal seantero sekolah dengan wataknya yang keras dan dingin, tampak sudah bosan melihat wajah yang sama memasuki ruangannya hampir setiap hari.
Ia hanya bisa menopang dagu sekarang. Ia menatap Alvin lurus lalu mempersilahkannya untuk duduk.
Kelabu. Ya, begitu pancaran mata dari Pria yang sudah berumur ini. Setiap hari Pria ini terus merongrong Alvin dengan kata Belajar, Berhenti membuat onar, Bersikap sopan pada guru, Jangan Bolos lagi dan berbagai macam petuah-petuah lainnya.
Dan, untuk kesekian kalinya Alvin harus berkata “Baik pak.. saya akan belajar dengan giat” atau “baik pak.. tidak akan saya ulangi lagi” dan janji-janji lainnya.
Hening. Alvin hanya bisa tertunduk. Sudah bebagai macam umpatan yang dia keluarkan dalam hati untuk guru didepannya. Sebenarnya, kasihan juga dengan guru ini. Matanya tampak lelah memberi teguran. Tapi, baik Teguran Halus maupun Teguran Kasar sekalipun tidak ada yag dipedulinya. Minta maaf hari ini dan Melakukannya lagi besok. Ya, begitu lah Alvin.
“sudah berapa kali kamu masuk ruangan saya?” tanya Pak Bruto akhirnya. Alvin bergeming.
Pak Bruto menghela nafasnya panjang, siap-siap mengeluarkan argumennya
“Entah apalagi yang harus saya katakan agar bisa merubahmu alvin! jujur saja, bapak sudah kehabisan ide.... Ingat! Kamu ini sudah kelas XII dan sebentar lagi mau ujian. Tapi, kenapa sikap burukmu semakin meraja lela? Coba sebutkan apa keuntunganmu menjahili orang seperti tadi! Tidak ada alvin.. itu hanya akan membuang waktumu saja, nak.. Urusi urusanmu sendiri. Just focus to your lessons..”
“ada keuntungannya kok pak.. semua itu menghibur saya.. Cuma dengan begitu saya bisa terhibur.. dan Cuma di sekolah saya bisa terhibur..saya bosan dengan kehidupan saya yang begini-begini saja. Terlalu monoton pak! Bapak seharusnya sebagai guru, bisa mengerti saya. Saya ini Cuma anak remaja laki-laki yang ingin melakukan apa saja. Let me free pak!” jelas alvin meluapkan emosinya yang sudah lama tertahankan. Pak Bruto hanya bisa tertegun mendengar Alvin yang tiba-tiba menjawab argumennya.
Dan 1 kesimpulan yang bisa ia tarik. Anak ini kesepian. Lalu, melampiaskan semua hasratnya disekolah. Ia sedikit bisa mengerti.
Teeetttt.... baru Pak Bruto ingin bersuara, bel masuk mendahuluinya
“sudah bel pak.. boleh saya kembali kekelas?” tanya alvin pada Pak Bruto. Dalam hati ia sedikit heran melihat jam yang seharusnya belum waktunya bel masuk. Tapi sepertinya dewi fortune sedang berpihak padanya.
“silahkan.. jangan lupa, sapu taman sekolah pada jam istirahat” hukum Pak Bruto. Alvin hanya mengangguk pelan dalam hati berteriak “SIAL!”
-oOo-
Ketika Alvin melewati ruang tata usaha, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Dengan pelan ia memutar batang lehernya mencari seseorang yang sudah menambah keterkagetannya pagi ini, menjadi 3 kali. Pertama Rio yang menepuk pundaknya juga, kedua Pak Bruto yang muncul tiba-tiba ketika ia sedang mengerjai anak baru dan ketiga....... RIO?lagi?
“sialan lo.. hobby banget ngagetin gue!” bentak alvin pada rio yang sedang memperlihatkan barisan giginya
“hehe peace vin.. eh buruan kabur.. ntar pak somet dateng..soalnya gue yang bunyiin bel supaya lo cepet keluar dari ruangannya Pak Bruto... buruan kaburrr” ujar Rio panik.
Sedetik kemudian, Pak Somet tukang kebun sekolah berlari terpogoh-pogoh menuju ruang TU mencari penyebab Bel berbunyi lebih cepat dari seharusnya.
“KABBUUUURRRR!” teriak Rio panik dan spontan menarik tangan alvin berlari bersamanya
Dan saat itu pula, Pak Somet sudah tau penyebabnya. Lagi-lagi mereka berdua. Gumamnya dalam hati mencoba untuk menahan emosinya
-oOo-
“whahaha.. bangsat lo yo.. lagi-lagi ngerjain Pak Somet haha” tawa Alvin terengah-engah ketika ia dan rio sudah selamat masuk kelas
“hahaha.. rio gitu loh..ngga pernah kehabisan cara buat njailin orang haha duh..duh..duh” ujar Rio memegang perutnya yang mulai sakit akibat tertawa keras “eh eh tapi lo juga harus terima kasih sama gue vin” protes Rio yang sedari tadi belum mendengar ucapan terima kasih dari Alvin. tapi, Tak ada sahutan dan respon apa-apa dari tubuh kurus berkulit Putih di sampingnya.
Ia menoleh, lalu kemudian mengalihkan pandangan ke arah mata sahabatnya tertuju. “Akh ya Tuhaaan...sialan gue dikacangin. Woy.......” Rio menggebrak meja membuat Alvin hilang konsentrasi dari objek pandangannya dan beralih menatap kesal kepada sahabatnya itu.
“Heh lo kenapa sih? Berisik tau...”
“Lagian lo lagi ngobrol sama gue juga masih sempet-sempetnya ngegebet cewek. Kalo berani samperin sono...” ujar Rio yang masih sedikit kesal karena tak dihiraukan tadi.
Sepertinya gebrakan tangan Rio di meja tadi cukup keras, membuat hampir seluruh penghuni kelas menoleh kepadanya, tak terkecuali satu sosok gadis yang sedari tadi berdiri di depan kelasnya. Ia pun turut menoleh ke arah di mana Alvin dan Rio duduk.
“Gue bukannya ga berani, tapi dia itu.......” ucapan Alvin terputus pada saat ia mengarahkan kembali batang lehernya ke arah luar kelasnya, dan sama sekali tak ia duga ternyata gadis itu pun sedang menatap ke arahnya. Tatapan keduanya bertemu, membuat sebuah rasa menjalar ke seluruh tubuhnya dan bersarang di hatinya, membuat degup jantung yang semula beirama menjadi sebuah dentuman kuat yang membentuk nada sumbang, namun begitu indah untuknya.
“Dia itu kenapa?” tanya Rio.
“Ga kenapa-kenapa...” jawab Alvin setengah berbisik.
Ia memberanikan diri membentuk lengkungan senyum di bibirnya. Lagi-lagi Alvin merasa dirinya seringan kapas ketika gadis itu membalas senyumannya.
“Akh Alv, lo itu aneh. Lo tuh bisa deket banget sama Bibi-lo yang notabene bergender cewek, lo juga bisa deket sama kakak gue yang juga cewek. Nah ini cuma satu orang cewek ‘nextdoor’ aja lo ga berani. Akh payah lo...”
“Eh, eh, jangan-jangan lo ini salah satu penganut oedipus complex ya sukanya sama orang-orang yang tuwir...” gurau Rio
“Eh kurang ajar lo, udah cukup ya gue disangkain penyuka sesama karena lo ngintilin gue terus, jangan sampai omongan lo barusan didenger orang lain terus jadi gosip yang semakin aneh di sekolah ini.” Timpal Alvin.
“Lagian ya Alv, lo sadar ga sih kalo lo tuh cakep. Lo cuma gebet satu cewek itu doang, sedangkan di sini aja ya......” Rio mengedarkan jari telunjuknya ke semua sudut kelasnya.
“Dari 23 orang murid cewek di kelas ini, sebagian dari mereka itu ngegebet lu semua Alvin. Lo aja yang yang sok-sok’an ngga tau. Belom lagi di luar sana, sampe bosen gue ketitipan salam buat lu tiap hari.”
“Nah sekarang apa lagi coba yang lo takutin, gue yakin cewek tadi juga salah satu dari penggemar lo. Buktinya dia juga sering curi-curi pandang sama elo...” sambung Rio lagi.
“Abis gue minder sama dia Yo, lo tahu sendiri kan dia tuh sekretaris di OSIS, dia tuh salah satu juara umum di sekolah ini. Nah gue....Cuma anak tukang bikin onar diskolahan ini.. masuk 20 besar dikelas aja udah syukur..lagian, mana mau sih dia sama cowo cuek kayak gue”
Alvin sebetulnya bukan seorang pemuda yang sombong, bukan pula seorang yang angkuh yang tak mau mengenal orang-orang di sekelilingnya. Namun entahlah, ada sesuatu pada dirinya yang membuatnya begitu tertutup, seakan ia membatasi dirinya dari orang luar yang tidak benar-benar ia kenal. Terkadang ia cenderung minder dengan dirinya sendiri. Padahal dilihat dari fisik Alvin tak kurang satu apapun. Bahkan dalam skala nilai 1 sampai 10, ia mungkin berada di posisi sembilan koma lima.
“Yaaah Vin, jangan patah semangat gitu dong. Nih ya gue kasih tahu, bukannya gue merendahkan seorang cewek, tapi yang gue lihat sekarang-sekarang ini banyak kok cewek yang ngeliat cowok dari tampangnya doang. Mereka kadang ngga peduli kalo cowoknya itu oon, yang penting buat mereka cowoknya itu keren.” Terang Rio.
“Oooooh jadi secara ga langsung lo bilang kalo gue ini oon, gituuu...”
“Ya ga gitu juga kali. Akh susah ngomong sama lo mah, ga gaul...”
“Eh sialan banget lo...udah ngatain gue oon sekarang ngatain gue ga gaul lagi...” Alvin hampir saja mendaratkan sebuah toyoran di kepala Rio kalau saja Rio tidak menghindar dengan segera, membuat posisi duduknya menjadi miring.
Teeetttt.... “nahh.. ini baru bel.haha..” sahut Rio tertawa sendiri.
Sekilas, Alvin melihat gadis yang berada diluar pintu tadi melirik lagi ke arahnya. Lalu berjalan cepat menuju kelasnya yang hanya berbatas tembok dengan kelas Alvin.
-oOo-
Disaat semua murid memanfaatkan waktu istirahat untuk sekedar melepas dehaga, mengisi perut, melepas penat dan sebagainya. Lain halnya dengan Alvin yang harus menyapu taman sekolah. Ya ! melaksanakan tugas dari Pak Bruto.
Sedari tadi, ia terus memarahi orang yang lewat didepannya. Seperti..
“eh..kalian bisa ngga sih kalau abis makan tuh, bungkusnya dibuang!”
Atau
“lo ngga liat orang lagi nyapu ya.. jangan lewat sini.. masih banyak jalan lain noh..” hardiknya kepada siapa saja yang ia lihat lewat didepannya.
“kalau marah-marah kayak gitu, kapan selesainya.. coba deh pake hati, ngerjainnya yang ikhlas.. itu semua pasti bakalan jadi mudah dan cepat” ujar seseorang dari belakang Alvin. baru, Alvin akan membentak orang itu karena berani-beraninya mengguruinya namun setelah melihat orang yang berkata tadi.....hatinya langsung lempeng
Gugup. Ya, dengan gugup Alvin berjalan menghampiri gadis tadi yang sedang duduk dibawah Pohon sambil membaca sebuah Novel.
Ketika sudah berhasil duduk. Alvin hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kehabisan kata, alias Malu.
Coba deh bayangin, kepergok dihukum sama orang yang kita suka.. pake ngomel-ngomel lagi. Gimana ngga malu?!
“gue alvin..” ucap alvin kikuk, ia mengulurkan tangannya. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri ‘kok jadi introducton?!’
“udah tau kokk.. gue Sivia” katanya tersenyum manis membalas uluran tangan Alvin
“gue juga udah tau” oops! Keceplosan.
“hh udah tau nama gue, kokk ngajak kenalan? Basa-basi doang ya?!” selidik sivia meledek alvin.
Lagi, alvin harus menanggung malu karena kebodohannya sendiri.
“hehehe kan belum kenalan, gue Cuma TAU lo aja. Siapa sih yang ngga tau SIVIA AZIZAH sang juara umum plus sekertaris OSIS” elak alvin yang berhasil membuat sivia tersipu.
Ditatapnya Sivia dengan dalam. Semilir angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambutnya mengikuti arah angin. Senyum yang memperlihatkan kedua lesung pipinya semakin mebuatnya terlihat manis. What a perfect girl!
“dan juga.. siapa sih yang ngga tau, ALVIN yang jailnya tingkat dewa tapi punya fans segudang” puji sivia balik
“hehehe.. jailnya ngga usah dimention kali vi” gurau alvin
“hahaha itu kan yang utama alv.. hahaha” deghh! Alvin terpana melihat eksprei wajah sivia saat tertawa, lesung pipinya semakin dalam daan... matanya hilang alias tertutup.
“hosh..hosshh.. kak.. uang jajan ozy mana?” tanya seseorang yang tiba-tiba meghampiri alvin dan sivia. Lebih tepatnya, Sivia
“vi.. ini ade lo?” tanya Alvin gelagapan. Pria ini bukan yang tadi pagi?
“waduhh.. maaf kak.. jangan jailin saya lagi.. saya udah tau kok nama kakak.. nama kakakk, alvin kan? Ampun kak.. jangan ambil kacamata saya lagi” mohon ozy bersembunyi dibalik Sivia. Kontan, alvin semakin gelagapan.
“zy.. kamu kenapa sih? Sini deh” tanya sivia heran lalu menuntun ozy duduk disampingnya. Ozy tetap tertunduk
“eh.. jadi gini vi, tadi pagi gue njailin ade lo.. eh tapi.. suerr deh yang punya rencana tuh si Rio.. Dia yang nyuruh gue mainin kacamata ade lo tadi.. hehe tapi gue khilaf kokk vi.. pliss maafin gue ya ade manis..” bujuk alvin
“hhh.. bilang aja sih kalo emang hobby njailin orang, ngga usah bawa-bawa temen.. tapi gue ngerti kokk.. kali ini, gue maafin.. tapi jangan di ulangin lagi..” ucap sivia sedikit kesal
“i..iya vi.. gue janji.. zy maafin gue yaa.. lainkali ngga bakal gue ulangin kokk.. kalau perlu bilang sama gue kalo ada yang berani ngejailin lo... yaudah nih gue kasih uang jajan” sogok Alvin lalu mengeluarkan selembar uang hijau (red-20.000) dari saku bajunya
“eh..eh.. ngga usah.. ini kokk.. dia punya uang jajan sendiri” cegah via lalu kembali memberi uang ke ozy.
“ngga papa kali vi, itung-itung uang jajan tambahan.. iya ngga zy?” ucap alvin sok akrab
“iyadong kak.. makasih ya kak alvin.. ozy pergi dulu” ujar ozy kemudian berlari pergi. Takut-takut sivia akan menyuruhnya mengembalikan uang alvin.
“aduh vin, harusnya lo ngga usah kayak gitu sama dia..” sahut via
“ngga papa kali vi..” ucap alvin tersenyum “mm.. oiya, bentar lagikan, UN.. mm gue mau dong diajarin sama lo..” pinta alvin
“diajarin apa vin?” tanya sivia lembut kemudian kembali mencari halaman novel yang terakhir dibacanya
“ya.. ajarin belajarlah” jawab alvin sedikit gemas
“kan ada guru”
“gue suka ngga ngerti vi.. kalau guru yang njelasin” elak alvin
“jangan suka dong” ujar via santai masih sibuk membolak-balik halaman novel yang lumayan tebal. Ia tadi terlalu semangat melihat alvin yang mendekat kearahnya hingga lupa menandai halaman yang ia baca.
“kok nyolot vi? Ngga mau ya?” tanya alvin kecewa
Karena tak kunjung menemukan halaman yang terakhir dibacanya, kemudian sivia beranjak berdiri.
“setiap istirhat gue tunggu disini.. jangan sampe telat..” ujar sivia lalu melangkahkan kakinya
Alvin kontan tersenyum lebar. “sip cantik!”
-oOo-
Setelah hari itu, setiap jam istirihat alvin selalu menuju taman dan pastinya membawa buku.
Alvin menjadi sangat rajin dan semangat, dia juga sudah absen masuk ruang guru. Rio sendiri dibuat terkaget-kaget olehnya. Tapi, setelah mengetahui dalangnya ia jadi paham dan Turut senang, melihat alvin semakin dekat dengan sivia.
Alvin sendiri pernah bercerita ke rio, bahwa ia menyukai sivia ketika pertama kali bertemu. Kala gadis itu tersenyum ramah padanya. Dan saat itu pula, Alvin sering mencuri pandang ke arah Sivia jikalau gadis itu sedang berada dikelasnya menemui sahabatnya. Ify.
Tak terasa 1 bulan sudah, Sivia menjadi guru sampingan Alvin. dan kedekatan mereka semakin menjadi. Kepandaian Sivia dalam mengajarkan Alvin, semakin membuat perasaan Alvin dalam padanya. Ia selalu ingin menjaga sivia sepenuh hati, melindunginya, berada disampinya dan menemani harinya. Gadis itu benar-benar total mengubahnya!
Perasaan alvin memang sudah pasti mencintai gadis ini, tapi Bagaimana dengan sivia? Alvin sendiri tidak yakin, kalau sivia mempunyai rasa yang sama untuknya. Gadis itu hanya menganggapnya sebagai teman saja, menurut alvin.
Dan sampai malam itu, alvin mengajak sivia keluar...
Angin malam berhembus kencang menerjang lapisan kulit setiap insan yang merasakan meski rembulan tampil dengan bulat sempurna meski bintang-bintang terang benderang menghiasi malam, Namun pemandangan tersebut tidak kunjung menormalkan perasaan alvin. daritadi, ia hanya berdiam diri membiarkan suasana sunyi tanpa suara.
“al.. kok diem, katanya ada yang mau diomongin?” tanya sivia memecah keheningan.
Alvin bergeming, ia terus menatap sivia.. mencari kepastian
“vi.. izinin gue buat meluk lo bentar ya” pinta alvin. sejenak, sivia dibuat kaget oleh penuturan alvin tapi dengan ragu, ia anggukkan kepalanya.
Alvin kemudian tersenyum lalu menarik sivia ke dalam pelukannya.
Jaantungnya berdegup semakin menjadi-jadi, darahnya semakin berdesir. Alvin dapat merasakan jantung sivia yang berdegup sama kencangnya dengan dirinya dan sekarang... dia sudah yakin.
“vi.. jadi cewe gue ya” bisik alvin pelan. –masih memeluk Sivia
“l-lo.. serius al?” tanya sivia. Mencoba untuk meredam perasaannya untuk tidak terbang dulu.
Alvin melepaskan pelukannya lalu memegang kedua pundak sivia “gue tadi meluk lo, karena gue lagi nyari kepastian.. gue pengen mastiin perasaan gue.. kalau gue benar-benar cinta sama lo.. dan sekarang, gue udah yakin 1000% kalau perasaan gue ngga mungkin salah.. gue sayang sama lo vi.. gue mau ngelindungin lo.. gue mau selalu ada disamping lo.. pliis jadi cewe gue ya?” tutur alvin lembut. Mata sivia sudah memanas dan akhirnya cairan itu keluar juga.. ya, dia menangis. Terharu
Dengan sigap, Sivia memeluk alvin lalu menangis sepuasnya “gue mau alv.. gue juga sayang banget sama lo.. gue bahagia..” ucap sivia disela isakan tangisnya. Senyum alvin mengembang begitu mendengar ucapan Sivia.
Setidaknya mulai besok, ia harus berusaha belajar dengan giat agar tak bergantung lagi pada Gadisnya.
Malu dong, diajarin sama pacar..
THE END